Di negeri yang terlalu serius,
tawa sering dianggap gangguan. Padahal, justru dari tawa-lah banyak kebenaran
berani muncul. Ketika mulut dibungkam, meme yang
berbicara. Ketika kritik dianggap makar, candaan berubah jadi
peluru paling halus — tapi mematikan.
Sejarah membuktikan, rakyat kecil selalu punya cara cerdik untuk melawan kuasa. Dulu, orang menertawakan raja lewat kisah punakawan di panggung wayang. Sekarang, lewat video berdurasi 30 detik di TikTok. Bedanya cuma medianya, bukan semangatnya. Di balik tawa yang tampak receh itu, sering tersimpan keberanian untuk menyindir tanpa harus berteriak.
Meme
politik, karikatur, plesetan nama pejabat — semua mungkin tampak sepele. Tapi
di dunia yang alergi kritik, kelucuan
semacam itu justru jadi bentuk perlawanan paling aman sekaligus paling efektif.
Ia menyusup pelan-pelan, menyentuh nurani, lalu menancap di kepala. Kadang,
bahkan penguasa ikut tertawa... mungkin tanpa sadar sedang ditertawakan.
Tentu
saja, tidak semua humor lahir dengan niat subversif. Ada yang datang dari rasa
frustrasi, ada pula sekadar untuk menghibur diri
di tengah absurditas kebijakan publik. Tapi sering kali, humor jadi jembatan
antara yang tak berani bicara dan yang tak mau mendengar. Ia melucuti jarak
antara rakyat dan penguasa, bahkan ketika hubungan keduanya sedang renggang.
Menariknya,
humor tidak butuh panggung megah. Ia hidup di warung
kopi, di kolom komentar,
di obrolan driver ojek. Bahasa satire
rakyat itu bisa menelanjangi kebijakan yang tak masuk akal — tanpa perlu
menulis laporan akademik. Satu kalimat lucu kadang lebih mengguncang daripada
seribu orasi.
Mungkin
karena itulah, penguasa yang takut pada humor biasanya juga takut pada
rakyatnya sendiri. Sebab, tawa bukan cuma hiburan — tawa adalah tanda bahwa
rakyat masih punya akal sehat. Dan akal sehat itulah, yang paling berbahaya
bagi kekuasaan yang tak mau dikritik.
Jadi,
kalau hari ini kita masih bisa menertawakan ketidakadilan, barangkali kita
belum sepenuhnya kalah. Sebab perlawanan tak selalu datang dalam bentuk
teriakan. Kadang, ia datang dalam bentuk tawa kecil
— yang terdengar remeh, tapi mengguncang diam-diam.***
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar