Halaman

Cari Blog Ini

Oktober 26, 2025

Bantal Putih yang Jadi Kambing Hitam

Bangun tidur tadi pagi, leher terasa pegal luar biasa. Refleks, saya melirik bantal putih dengan tatapan curiga. Seolah benda tak berdosa itu adalah kambing hitam malam itu. Padahal, kalau dipikir logis, bantal itu cuma diam di tempat —yang berubah setiap malam justru posisi kepala saya sendiri. Tapi begitulah, manusia memang kerap mencari kambing hitam, meskipun yang ada adalah bantal putih.

Dalam psikologi, mekanisme ini disebut self-serving bias: kecenderungan untuk menyalahkan faktor luar ketika sesuatu berjalan buruk, dan mengklaim keberhasilan sebagai hasil usaha pribadi. Fenomena ini sering beririsan dengan perilaku playing victim, di mana kita sengaja menampilkan diri sebagai korban agar orang lain simpati. Kita pandai berkilah agar diri sendiri tampak sebagai korban situasi. Sakit punggung, nyalahin kursi. Gagal diet,  nyalahin teman. Telat bangun, nyalahin alarm. Semua salah, asal jangan diri sendiri.

Padahal, dalam kebudayaan kita, tanggung jawab pribadi dulunya dijunjung tinggi. Orang tua dulu bilang, "ngaca samemeh nyalahkeun batur" —lihat diri dulu sebelum menyalahkan orang lain. Tapi di era modern, dengan segala kenyamanan dan alasan instan, budaya refleksi itu perlahan tergeser oleh budaya menyalahkan.

Mungkin karena mengakui kesalahan terasa menurunkan harga diri. Atau karena sistem sosial kita sering menghukum yang salah, bukan memperbaikinya. Jadi, alih-alih belajar dari pegal, kita memilih mengganti bantal baru dan berharap leher sembuh.

Lucunya, malam nanti saya tetap akan menidurkan kepala di bantal yang sama. Dan kalau besok pegal lagi? Entahlah. Mungkin kali ini saya akan salahkan sprei.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar