Di warung kopi pinggir jalan,
mimpi sering lahir tanpa seminar motivasi atau tepuk tangan penonton. Hanya ada
meja kayu, gelas kopi hitam, dan obrolan ringan yang kadang lebih jujur
daripada pidato politik di gedung dewan. Di situlah orang-orang sederhana
berbagi cita-cita besar — walau besar hanya menurut versinya sendiri.
“Pengen punya usaha sendiri,” kata Darto, sopir angkot yang baru saja setor setengah hari. “Tapi kadang bingung, pengen buka warung, pengen ternak lele, pengen juga jualan online. Semua pengen dicoba, ujungnya nggak jalan-jalan.” Yang lain tersenyum, bukan karena mengejek, tapi karena mereka tahu persis rasanya.
Hidup
memang sering membuat kita ingin jadi segalanya. Semangatnya meledak di awal,
lalu buyar di tengah jalan. Akhirnya yang dikejar tak tertangkap, yang sudah di
tangan pun terlepas. Padahal, seperti kata Pakde yang duduk di pojokan, “Kalau
ngejar dua ayam sekaligus, malah capek sendiri — ayamnya kabur dua-duanya.”
Semua manggut-manggut sambil tetap menyeruput kopi dengan santai.
Fokus
pada satu hal bukan berarti menutup pintu untuk hal lain. Menjadi sesuatu
memerlukan keberanian untuk berkata “tidak” pada yang lain. Bukan karena tak
mau mencoba, tapi karena tahu ke mana langkah seharusnya menuju. Dunia memang
luas, tapi kita tak perlu menaklukkannya sekaligus.
Apa
pun pekerjaanmu hari ini, kerjakan dengan sungguh-sungguh dan fokus. Kalau kamu
tukang ojek, pakailah baju yang wangi dan antarkan penumpang ke tujuan. Kalau
kamu penjual buah, pilih yang segar dan susun rapi. Kalau kamu jual gorengan,
pastikan kriuknya bikin orang balik lagi. Dari situ, pelan-pelan rezeki akan
membuka jalannya sendiri.
Karena
pada akhirnya, bukan banyaknya keinginan yang membuat seseorang maju, tapi satu
langkah kecil yang benar-benar dijalani. Seperti kopi di warung ini: hitam,
sederhana, tapi nyata — dan selalu punya cara untuk membuat siapa pun ingin
kembali menyeruputnya.***
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar