Halaman

Cari Blog Ini

November 04, 2025

Sing Becik Ketitik, Sing Ala Ketara

Zaman sekarang, orang mudah sekali tampil baik. Cukup dengan unggahan foto sedang bersedekah, atau kutipan bijak di status media sosial, citra pun terbentuk. Tak masalah apa yang sebenarnya terjadi di balik layar, yang penting tampilannya menenangkan hati orang lain —dan menyenangkan diri sendiri.😁

Padahal dalam psikologi sosial, manusia memang punya dorongan alami untuk diterima. Itulah sebabnya pencitraan menjadi perilaku yang tampak wajar. Tetapi Carl Jung pernah mengingatkan, “Seseorang tidak akan menjadi terang dengan membayangkan cahaya, melainkan dengan menyadari kegelapannya.” Artinya, kebaikan sejati tak tumbuh dari pencitraan, melainkan dari keberanian menghadapi sisi gelap diri sendiri.

Pepatah Jawa sing becik ketitik, sing ala ketara bukan sekadar nasihat moral, melainkan juga pengingat tentang mekanisme alam: segala yang palsu tak bisa bertahan lama. Secara sosial, masyarakat pun memiliki radar moral —mungkin tak langsung menilai, tapi perlahan membaca kejujuran dari keteguhan, bukan dari kata-kata.

Kebaikan sejati bekerja tanpa gaduh. Ia muncul dalam tindakan kecil, dalam keputusan sunyi yang diambil tanpa penonton. Sementara keburukan yang disembunyikan sering muncul lewat celah yang tak disadari: nada suara, cara menatap, atau sikap yang tiba-tiba berubah. Karena manusia, bagaimanapun lihainya berpura-pura, tak bisa melawan konsistensi hati nurani.

Pada akhirnya, waktu menjadi hakim yang paling adil. Ia tak pernah terburu-buru, tapi selalu tepat waktu. Dan di dunia yang sibuk menampilkan kebaikan, kita diingatkan untuk benar-benar menjadi baik, bukan sekadar terlihat baik. Karena, ya tadi itu… sing becik ketitik, sing ala ketara.***

 

1 komentar:

  1. Tulisan yang bagus. Saling mengingatkan dalam kebaikan. Jangan pernah letih jadi orang baik.

    BalasHapus