Halaman

Cari Blog Ini

Oktober 06, 2025

Semua Bisa Gaspol, Tapi Tangguh di Jalur Hancur?

Minggu pagi rombongan motor bergerombol di pelataran pos ronda berpaving blok di komplek sebuah perumahan. Udara masih dingin tapi tegur sapanya hangat, dan candaan sudah mulai memanas. Ada anak muda usia 20-an penuh percaya diri, ada yang 30-an dengan semangat membara, bahkan ada yang sudah kepala lima tapi tak mau kalah gaya.

Kemarin itu awalnya niat Sunmori (Sunday Morning Ride) cuma “jalan santai”. Tapi begitu gas dipelintir dan ban ketemu aspal, suasana langsung berubah. Knalpot bobokan meraung, badan condong ke depan, dan tanpa aba-aba, para biker muda mendadak jadi pembalap jalanan.

“Ayo Bro! Di belakang mulu… Lélét!” teriak seseorang sambil melirik spion.

Tawa pecah. Yang di depan merasa hebat, yang di tengah menahan gengsi. Ego tipis yang meleleh jadi bahan bakar tambahan, membuat tangan makin tega memutar gas.

Namun, pemandangan berganti begitu aspal mulus berubah bergelombang. Ada gundukan kecil, lubang genangan air, sampai jalur tanah berbatu di ujung kampung.

“Eh… pelan, pelan! Gila, polisi tidurnya montok banget!” celetuk yang tadinya paling nekat.

Gas yang semula beringas mendadak kendor. Tawa lenyap, berganti wajah tegang di balik visor. Jari mencengkeram rem, badan kaku, bahkan ada yang menurunkan kaki sambil menggerutu. Mereka yang barusan gagah di jalan rata, kini merayap seperti kura-kura kehabisan tenaga.

Ranah psikologi menyebutnya risk-taking behavior: kecenderungan manusia mengambil risiko lebih besar ketika merasa aman. Jalan mulus memberi ilusi kontrol —motor stabil, pandangan jelas, risiko seolah kecil. Tapi begitu kondisi berubah, ilusi itu runtuh. Keberanian palsu terbongkar, menyisakan keraguan.

Fenomena ini mirip dinamika sosial. Banyak orang lantang di forum, gagah di depan kamera, tapi melempem ketika menghadapi krisis nyata. Negeri ini kebanjiran “pembalap jalan mulus”: pemimpin yang gagah di podium tapi gugup saat bencana, orang pintar yang piawai berteori tapi tiarap saat realita menghantam.

Sama halnya dengan hidup kita. Semua tampak percaya diri saat keadaan baik-baik saja. Tapi begitu badai datang menghantam —utang menumpuk, pekerjaan hilang, konflik memanas— siapa yang masih tegak? Siapa yang justru balik kanan?

Maka momotoran kecil itu menyimpan pelajaran besar. Semua bisa gaspol di jalan mulus, tapi ketangguhan baru terlihat saat di jalur hancur. Siapa yang hanya mengandalkan kecepatan, cepat atau lambat akan tersungkur. Hanya mereka yang punya ketangguhan yang mampu sampai tujuan —meski mungkin tidak selalu paling depan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar