Ada
satu fenomena universal yang sulit dibantah: wajah-wajah bete setiap Senin pagi. Jalanan macet, halte mengular, media sosial penuh keluhan “Monday Blues”. Sejak lama, Senin memang dicap
sebagai hari paling berat. Bukan hanya karena akhir pekan terlalu singkat, tapi
karena rutinitas menunggu tanpa kompromi.Senin punya reputasi buruk, bukan karena hari itu jahat, tapi karena ia menandai akhir dari kebebasan dua hari yang terlalu cepat berlalu. Orang belum selesai berdamai dengan Minggu malam, tapi sudah harus berhadapan dengan to-do list dan target mingguan. Tak heran kalau banyak yang menjuluki hari ini sebagai simbol perjuangan modern —antara kemalasan dan kewajiban.
Namun di tengah keluhan itu, selalu ada
cara memberi makna lain pada awal pekan. Katakan dengan bertenaga: “Senin,
Gaspol!” Frasa sederhana ini bisa menggeser suasana, bahkan
sebelum kopi pertama ludes.
Fenomena Monday Blues
sebenarnya punya penjelasan ilmiah. Psikolog menyebutnya efek transisi:
tubuh dan pikiran masih terbawa suasana libur, sementara kenyataan menuntut
percepatan. Tapi di sisi lain, ada teori fresh start effect —bahwa
awal pekan justru memberi momentum paling tepat untuk memulai kebiasaan baik.
Maka tak heran banyak yang bertekad berhenti merokok dimulai Senin, rajin
menabung dimulai Senin, bahkan janji mengurangi rebahan pun disusun Senin.
Meski ya... sering bubar jalan sebelum Jumat.
Kalau ditarik ke pengalaman, Senin punya
citra khas. Ingat masa sekolah dengan upacara bendera, panas matahari jam
delapan, dan guru yang mengawasi barisan? Di dunia kerja, Senin identik dengan
daftar tugas baru, laporan menumpuk, dan sesi koordinasi yang kadang lebih
panjang dari hasilnya. Tak heran muncul budaya meme untuk menertawakan semua
itu. Di grup WhatsApp, stiker “muka bantal” jadi ikon resmi hari Senin.
Meski begitu, psikologi populer memberi
resep sederhana agar Senin lebih bersahabat. Pertama, siapkan Minggu malam:
pilih pakaian, catat agenda, atau bereskan hal-hal kecil yang sering bikin
panik pagi hari. Kedua, tidur lebih awal —hindari jebakan Sunday night insomnia
yang membuat pagi berantakan. Ketiga, jangan lupakan sarapan; sepiring nasi
goreng oke, sebungkus uduk boleh, atau secangkir kopi tubruk biar mood siap
tempur. Keempat, mulai hari dengan sesuatu yang menyenangkan: musik enerjik,
olahraga ringan, atau sekadar senyum pada rekan kerja. Dan yang terpenting,
ubah pilihan kata sejak dari kepala. Daripada bilang, “Aduh, kerja lagi,” lebih
baik bilang, “Oke, start lagi.”
Di sinilah “Senin, Gaspol!”
bisa jadi semacam vaksin mental. Bukan berarti menutup mata dari realita, tapi
memilih sudut pandang yang lebih sehat. Kalau orang lain sibuk mengeluh, kita
bisa menyambut Senin dengan gaya: “Ayo, gas dulu aja... nanti juga nemu
ritmenya.”
Jadi, kalau masih ada yang menggerutu “I don’t like Monday,” mungkin sudah waktunya kita jawab: “Senin, Gaspol!” Karena sebenarnya bukan Senin yang bikin hidup terasa berat, tapi cara kita menyetir semangat.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar