Kita tak pernah tahu, dari
sekian banyak perbuatan baik yang kita lakukan, mana yang diterima oleh Allah
SWT. Bisa jadi bukan sedekah besar yang dicatat sebagai amal penentu, melainkan
sekepal nasi yang kita berikan kepada seorang pemulung yang belum makan
seharian.
Sering kali kita menakar amal dengan ukuran dunia: berapa banyak uang yang kita keluarkan, seberapa sering kita membantu, seberapa lama kita beribadah. Padahal, ukuran Allah tidak pernah diukur dengan angka, melainkan dengan niat yang tersembunyi di balik setiap tindakan.
Ada orang yang memberi dengan
tangan terbuka, tapi hatinya penuh hitung-hitungan. Ada pula yang hanya mampu
memberi sedikit, tapi hatinya penuh kasih dan keikhlasan. Di situlah letak
rahasia yang tidak bisa dibaca oleh mata manusia, hanya Allah yang tahu.
Mungkin kita pernah melihat
seorang pemulung duduk diam di pinggir jalan, menatap kosong sambil menggenggam
karung lusuh. Saat kita mengulurkan sekepal nasi atau sepotong lauk, mungkin
kita mengira itu hanya hal kecil. Tapi siapa tahu, di mata Allah, itulah amal
yang paling murni karena lahir dari rasa iba tanpa pamrih.
Amal tidak selalu tentang besar
atau kecilnya pemberian, tapi tentang seberapa dalam niat di baliknya.
Barangkali bukan doa panjang di sepertiga malam yang menyelamatkan kita nanti,
melainkan sekepal nasi yang kita ulurkan dengan hati bersih kepada seorang
pemulung yang lapar dan nyaris tak dipedulikan.
Kita memang tak pernah tahu perbuatan baik mana yang diterima. Tapi justru karena itu, setiap kebaikan pantas dilakukan. Sebab, mungkin saja dari situlah Allah menatap kita dengan kasih-Nya.***
Madinah, 8 November 2025
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar