Halaman

Cari Blog Ini

Oktober 13, 2025

Nama Boleh Lucu, Tapi Tanjakannya Serius: Tepung Kanjut

Sekali waktu melintasi bagian selatan Kota Banjar, Jawa Barat menuju Pangandaran, ada satu tanjakan yang tak cuma menanjak, tapi juga bikin ketawa setengah napas. Namanya: Tepung Kanjut. Iya, kamu tidak salah baca.

Begitu motor mulai menanjak dari arah rumpun bambu di bawah, jalan ini seperti menguji emosi jiwa. Aspalnya mulus, tikungannya melengkung cantik ke kiri, lalu terus meliuk ke kanan di bawah rimbun pepohonan. Angin yang tadinya sejuk pelan-pelan berubah jadi hembusan panas mesin yang kerja keras. Secara visual, ini tanjakan yang fotogenik — jalur favorit bagi pemotor yang suka sensasi menanjak sambil cornering ditemani hijaunya hutan kecil di sisi jalan. Tapi tentu saja, yang paling menempel di ingatan bukan tikungannya, melainkan namanya itu.

Menurut cerita warga, dulu daerah ini disebut Tembong Kanjut. Dalam bahasa Sunda, tembong berarti terlihat, dan kanjut — ya, artinya kira-kira begitu. Dulu, jalan ini begitu curam sampai-sampai kalau orang naik ke atas, bagian belakangnya terlihat dari bawah. Dari situlah muncul nama itu. Lama-kelamaan, sebutan Tembong Kanjut berubah pelafalan menjadi Tepung Kanjut — dan bertahan sampai sekarang.

Lucunya, makin banyak orang rela melintas hanya untuk membuktikan sendiri seperti apa tanjakan dengan nama seunik itu. Meski di lokasi, sayangnya, tak sempat kelihatan papan bertuliskan “Tepung Kanjut” yang legend itu, tapi namanya kini hidup di dunia digital — dari penanda Google Maps sampai obrolan santai para pengendara yang pernah lewat. Tepung Kanjut pun tetap eksis, meski tanpa papan nama.

Tak terasa, motor sudah jauh meninggalkan tikungan terakhir. Napas mulai normal lagi, tapi senyum belum juga hilang. Di antara sekian tanjakan di Banjar, yang satu ini istimewa — bukan karena paling curam atau paling panjang, tapi karena bisa membuat siapa pun yang lewat tersenyum dulu sebelum ngegas lagi.

Mungkin begitulah cara kampung kecil ini mengingatkan kita: hal yang terdengar ganjil belum tentu tak punya cerita. Kadang justru di situlah daya tariknya — di antara lekuk jalan, rimbun bambu, dan nama yang tak mungkin kita lupakan.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar