Yang menarik, buat sebagian orang Indonesia, bentuk jari itu bukan hal baru. Jauh sebelum K-pop mempopulerkannya sebagai simbol cinta, gerakan menyilangkan jari jempol dan telunjuk itu sudah lama jadi kode universal: uang. Biasanya disertai gerakan kecil — digesek-gesekkan sedikit — sebagai isyarat halus untuk minta uang atau persenan. Anak kecil pun tahu kalau kedua jari itu digosok-gosokkan, artinya bukan cinta, tapi: “duit, mana duit?”.
Maka,
setiap kali lihat orang bergaya dengan finger
heart, buat sebagian dari kita, refleks muncul tawa kecil. Bukan
karena romantis, tapi karena ingatan lama ikut muncul. Tanda yang dulu jadi
sinyal ekonomi jalanan kini jadi simbol global kasih sayang. Sebuah pergeseran
makna yang unik — dari urusan perut ke dunia digital, dari isyarat minta uang
jadi gaya ekspresi cinta.
Tapi
mungkin memang begitulah dunia hari ini: serba tumpang tindih, serba bisa
ditafsir ulang. Tanda cinta bisa dianggap tanda minta uang, dan sebaliknya,
tanda minta uang bisa dianggap ekspresi sayang. Semua tergantung siapa yang
membaca, dan dengan niat apa jari itu diangkat.
Lagi
pula, di zaman ini, cinta dan uang sering datang beriringan. Sulit membedakan
mana yang lebih kuat hari ini: cinta yang bikin uang mengalir, atau uang yang
bikin cinta bersemi. Yang jelas, dua-duanya butuh jari — dan sedikit gaya.
Lucunya,
simbol yang dulu berarti "uang" kini disebut "hati". Tapi
entah kenapa, dua-duanya masih punya daya magis yang sama — sama-sama bikin
orang tersenyum, sama-sama bikin hati berdebar, dan kadang... sama-sama bikin
dompet menipis.
Pada
akhirnya, jari hati
tak sekadar soal cinta atau uang. Ia cermin zaman: bahwa di balik semua gaya,
kita hanya ingin dianggap hangat, diterima, dan... tidak keluar duit banyak.
Mungkin, itu juga bentuk cinta paling realistis hari ini.***
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar