Halaman

Cari Blog Ini

Oktober 16, 2025

Lega Tapi Sesak… Tapi Lega Sih!

Fenomena Kelegaan Massal di Tengah Sesaknya Harga Rokok


Pagi itu, saya mampir ke warung kopi sederhana pinggir jalan, di bawah pohon yang rindang. Kopi panas diseruput pelan-pelan sambil menatap rak deretan bungkus rokok. Aroma tembakau yang harum, bagi sebagian orang mungkin biasa saja, atau bisa juga menyesakkan. Tapi bagi para perokok terasa seperti bercengkrama dengan teman lama yang menyenangkan.

Lalu ponsel bergetar, muncul notifikasi: “Cukai Rokok 2026 Tidak Naik, Kebijakan Menkeu Purbaya Bikin Jutaan Buruh dan Petani Bernapas Lega.” Mantap! Baru sebulan menjabat Menteri Keuangan, sudah bikin penduduk negeri tersenyum. Tahun 2027 dan seterusnya? Entahlah… 😅 Yang lega sebenarnya bukan cuma jutaan buruh dan petani, tapi juga puluhan juta lagi: para “ahli hisap”.

Sekejap, senyum sumringah merebak. Bagaimana tidak, sejak 2020 para ahli hisap sudah cukup tersiksa merasakan “sesak”. Bukan oleh asap rokok, tapi oleh harga yang melonjak gila-gilaan akibat kenaikan cukai yang meroket. Kini, kabar cukai tak naik membuat napas sedikit lega, walau dompet masih tertekan. Seorang petani tembakau tersenyum puas, seorang pekerja pabrik meneguk botol minum sambil berseloroh: “Kantong aman, hati aman... aman dah!”

Menurut pakar sosiologi, ini fenomena emotional relief in economic tension: kegembiraan sesaat ketika tekanan dicabut. Dari perspektif psikologi, senyum sumringah itu juga coping mechanism klasik: manusia menyalurkan stres melalui humor, candaan, atau sekadar tersenyum lega—seolah mengembalikan sedikit kendali atas tekanan ekonomi yang nyata. Bagi para ahli hisap, ini bukan cuma soal harga, tapi identitas sosial dan keterlibatan dalam industri yang menopang jutaan hidup.

Sudah lima tahun mereka memang tercekik oleh harga rokok yang bukan cuma naik, tapi lebih tepatnya “ganti harga”. Jadi, kabar tidak naik saja sudah bikin napas lega. Kalau turun? Wah, itu euforia tingkat nasional! Warung kopi bisa buka 24 jam menemani tawa para ahli hisap, petani nyengir selebar daun tembakau, pekerja pabrik joget kecil di jalan. Wong gak naik aja udah nikmat, apalagi kalau turun, Bro! 😂

Menyeruput ampas sisa kopi pagi itu, saya tersenyum. Mereka pun tersenyum menikmati kemenangan kecil —bukan karena harga turun, tapi karena tidak naik. Kadang, kebijakan ekonomi tak perlu spektakuler; cukup membuat rakyat merasa lega di tengah sesaknya napas, sudah menjadi kemenangan sosial yang sederhana tapi heroik.***

Note:
Tulisan ini tidak bermaksud mendorong atau memotivasi pembaca untuk merokok. Semua narasi dibuat berdasarkan pengamatan sosial dan fenomena publik terkait kebijakan cukai rokok, dengan tujuan merefleksikan realitas masyarakat dan efek kebijakan nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar