Sementara di layar lain, seorang pengamat berbicara dengan bahasa yang tajam, penuh istilah dan contoh nyata. Ia tak membuat orang tertawa, tapi membuat banyak orang terdiam sejenak sebelum berdebat. Kalimatnya kerap memancing reaksi keras, tapi di baliknya ada niat yang sama: membangunkan akal sehat yang lama tertidur.
Dua gaya yang tampak berlawanan —yang
satu mengundang tawa, yang satu memancing debat— sebenarnya sedang bekerja di
ruang yang sama: ruang kewarasan publik. Di negeri yang logikanya sering
jungkir balik, tawa dan nalar adalah dua bentuk perlawanan yang paling
manusiawi.
Serius tanpa humor sering melahirkan
fanatisme. Sedangkan humor tanpa logika bisa berubah jadi kebodohan massal. Maka
titik waras itu mungkin ada di
tengah: tempat di mana komedi dan akal sehat saling bertemu tanpa harus saling
mengalahkan.
Di sana, kita bisa tertawa tanpa
kehilangan nalar, dan berpikir tanpa kehilangan humor. Barangkali, di situlah
letak kecerdasan sesungguhnya —bukan di podium, bukan di panggung, tapi di
ruang kecil bernama kesadaran.***
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar