Halaman

Cari Blog Ini

Oktober 17, 2025

Ketika Komedi dan Akal Sehat Bertemu di Titik Waras

Di satu panggung, seorang komika berdiri dengan mikrofon, melontarkan lelucon politik yang membuat penonton tertawa. Tawa itu bukan sekadar lucu, tapi juga logis. Ia tak sekadar melucu; ia menertawakan hal-hal yang mestinya kita pikirkan, namun terlalu absurd untuk diterima tanpa tawa. Kata-katanya sederhana, tapi tiap tawa menyimpan tamparan lembut bagi logika yang sedang terluka.

Sementara di layar lain, seorang pengamat berbicara dengan bahasa yang tajam, penuh istilah dan contoh nyata. Ia tak membuat orang tertawa, tapi membuat banyak orang terdiam sejenak sebelum berdebat. Kalimatnya kerap memancing reaksi keras, tapi di baliknya ada niat yang sama: membangunkan akal sehat yang lama tertidur.

Dua gaya yang tampak berlawanan —yang satu mengundang tawa, yang satu memancing debat— sebenarnya sedang bekerja di ruang yang sama: ruang kewarasan publik. Di negeri yang logikanya sering jungkir balik, tawa dan nalar adalah dua bentuk perlawanan yang paling manusiawi.

Serius tanpa humor sering melahirkan fanatisme. Sedangkan humor tanpa logika bisa berubah jadi kebodohan massal. Maka titik waras itu mungkin ada di tengah: tempat di mana komedi dan akal sehat saling bertemu tanpa harus saling mengalahkan.

Di sana, kita bisa tertawa tanpa kehilangan nalar, dan berpikir tanpa kehilangan humor. Barangkali, di situlah letak kecerdasan sesungguhnya —bukan di podium, bukan di panggung, tapi di ruang kecil bernama kesadaran.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar