Ada orang yang kalau diajak
diskusi, bukan mencari kebenaran, tapi kemenangan. Semakin kamu jelaskan,
semakin dia yakin dirinya benar. Bahkan ketika bukti sudah segunung, dia tetap
bertahan di atas keyakinan yang rapuh — yang lebih banyak disusun dari
kebiasaan, bukan pemikiran.
Di dunia nyata, mereka bisa muncul di mana saja: di grup WhatsApp keluarga, di kolom komentar media sosial, di rapat kantor, bahkan di forum publik yang katanya “cerdas”. Ciri khasnya sederhana: mereka tak mendengarkan. Mereka hanya menunggu giliran bicara, sambil menyiapkan kalimat untuk memotong ucapanmu. Kadang nada suara ikut naik, seolah volume bisa menggantikan logika.
Berdebat
dengan mereka hanya menguras energi. Kamu akan terseret ke level yang sama —
tempat logika tak berlaku dan yang bertahan bukan argumen, tapi ego. Di level
itu, siapa yang paling keras bicara sering dianggap paling benar. Dan di situ, kamu
bukan kalah karena argumenmu lemah, tapi karena kamu salah memilih lawan.
Maka,
kalau bertemu tipe seperti ini, tak perlu membuktikan apa pun. Cukup kasih
senyum, angguk sedikit, lalu langkah mundur dengan tenang. Dunia ini tidak
kekurangan orang pintar — hanya terlalu banyak yang merasa sudah tahu
segalanya. Kadang, yang paling bijak bukan yang paling pintar, tapi yang tahu
kapan harus diam.***
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar