Sore itu saya memutuskan ke luar rumah dengan motor. Jalanan masih basah, genangan tipis menempel di aspal, dan udara menyimpan sisa hujan deras yang baru saja reda. Di antara deru mesin dan lalu-lalang orang pulang kerja, ada sesuatu yang lebih kuat terasa: bau tanah yang khas, menyelinap masuk lewat helm dan jaket yang sedikit terbuka. Aroma itu seketika menggeser suasana sore, membuat hati lebih tenang meski jalanan ramai.
Fenomena sederhana ini ternyata punya nama keren: petrichor. Istilah yang lahir dari bahasa Yunani: petra (batu) dan ichor (darah para dewa). Terdengar berlebihan, tapi memang begitulah cara manusia berabad-abad lalu menamai aroma yang mengesankan itu. Secara sains, bau ini muncul dari geosmin, senyawa yang diproduksi bakteri tanah bernama actinomycetes. Selama hari-hari panas, ia tersembunyi di permukaan tanah. Begitu hujan turun, air yang menghantam tanah memercikkan aerosol —partikel kecil yang membawa geosmin dan minyak alami dari tanaman— lalu naik ke udara, mengisi atmosfer dengan aroma segar yang khas.
Yang menarik, kita tidak perlu menunggu musim kemarau panjang untuk merasakan keajaiban ini. Cukup beberapa hari terpanggang panas, lalu hujan turun deras, maka aroma itu hadir dengan kekuatan penuh. Itulah sebabnya sore di atas motor terasa lain: setiap tarikan napas mengantar kita ke ruang batin yang damai, seolah dunia yang gaduh mendadak punya tombol pause.
Psikolog menyebut bahwa aroma punya kaitan erat dengan memori. Wajar bila bau tanah setelah hujan kerap memunculkan nostalgia: halaman rumah masa kecil, pepohonan di kampung, atau sekadar papangge (bangku kayu di teras) yang dulu sering kita duduki sambil menatap hujan. Sains menjelaskan dengan data, tapi batin kita menerjemahkannya sebagai rasa hangat, tenang, bahkan romantis.
Di tengah perjalanan sore itu, saya sadar: hidup pun tak beda dengan tanah kering. Kita bisa keras, gersang, dan retak oleh rutinitas. Namun begitu “hujan” datang —entah berupa jeda kecil, kabar baik, atau sapaan seorang kawan lama— kita bisa menemukan kesegaran yang membuat hati bersemi lagi. Bau tanah setelah hujan menjadi pengingat halus, bahwa kesegaran justru lahir dari kering yang sebelumnya nyaris tak tertahankan.
Maka setiap kali motor melaju di jalanan basah selepas hujan, saya selalu menunggu aroma itu —sebuah charger alami yang mengisi ulang tenaga, menjernihkan pikiran dan menurunkan stress.***

Tidak ada komentar:
Posting Komentar