Halaman

Cari Blog Ini

September 03, 2025

Kantor adalah Sekolah #1

Seri Belajar Seumur Hidup: Karena Karyawan juga Murid


Ruang belajar tanpa papan tulis, tanpa bel masuk, tapi penuh ujian mendadak.

“Dunia kerja itu sekolah paling keras, karena kurikulumnya tidak tertulis, gurunya kadang cuek, dan ujiannya datang tanpa pemberitahuan.”

Ketika kita lulus sekolah atau kuliah, seringkali kita merasa perjalanan belajar sudah selesai. “Akhirnya bebas!” pikir sebagian orang. Namun, begitu kaki melangkah ke dunia kerja, kenyataan menampar: sekolah justru baru saja dimulai. Bedanya, kali ini ruang kelasnya bernama kantor, dan gurunya tidak selalu memegang kapur atau spidol.

Di sekolah dulu, jadwal belajar jelas: ada matematika jam pertama, biologi jam kedua, lalu istirahat. Di kantor, jadwal itu diganti dengan rapat pagi, deadline sore, dan laporan mendadak. Tidak ada bel yang mengingatkan jam masuk. Tidak ada lembar absensi guru. Tetapi ada jam finger print yang lebih sakral daripada daftar hadir kelas.

Kalau murid sekolah punya guru yang berdiri di depan kelas, murid bernama karyawan punya guru yang lebih cair: atasan yang rewel, rekan kerja yang cerewet, klien yang cerewetnya tiga kali lipat. Semua memberi pelajaran, meski tidak ada yang menulis RPP atau silabus. Atasan mengajarkan ketelitian lewat komentar pedas, rekan kerja mengajarkan kolaborasi sekaligus kompetisi, sementara klien mengajarkan seni mengendalikan emosi.

Dan tentu saja, ujiannya. Murid sekolah punya ulangan harian, mid semester, dan ujian akhir. Murid bernama karyawan? Ujiannya bisa muncul kapan saja. Saat atasan tiba-tiba menunjuk kita di rapat: “Kamu, presentasikan data minggu ini!” Saat sistem komputer error padahal deadline tinggal sejam. Saat perusahaan mengumumkan restrukturisasi, dan nasib kita ikut terombang-ambing. Semua ujian datang tanpa kisi-kisi, tanpa lembar jawaban yang seragam. Kadang yang bisa menyelamatkan hanyalah insting, pengalaman, dan keberanian improvisasi.

Rapor karyawan juga berbeda. Tidak ada nilai 7, 8, atau 9. Tidak ada ijazah di akhir tahun. Yang ada hanyalah penilaian kinerja yang seringkali samar: pujian singkat di lorong kantor, bonus akhir tahun, promosi jabatan, atau justru teguran keras. Kadang nilai kita lebih ditentukan politik kantor ketimbang kerja keras kita. Tapi bukankah itu juga pelajaran? Bahwa di luar kelas formal, dunia ini memang tidak selalu adil. Murid yang baik tidak hanya pandai mengerjakan soal, tapi juga pandai bertahan dalam sistem yang kadang timpang.

Dengan begitu, kantor sejatinya adalah sekolah kedua. Bedanya, kurikulumnya tidak pernah tertulis, gurunya tidak selalu peduli, dan kelasnya tidak pernah libur. Namun justru karena itulah, pelajaran yang kita dapat lebih nyata, lebih keras, dan lebih relevan dengan kehidupan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar