Seri Belajar Seumur Hidup: Karena Karyawan juga Murid
“Karyawan yang
paling sukses bukan yang paling pintar, melainkan yang paling tahu cara belajar
di tengah tekanan.”
Kalau kita melihat murid sekolah,
seringkali masalahnya sederhana: mereka tidak tahu cara belajar. Banyak yang
sekadar membaca tanpa memahami, menghafal tanpa mencerna, atau belajar mepet
ujian. Tapi bukankah karyawan pun sering melakukan hal serupa? Bedanya,
taruhannya lebih besar: gaji, karier, bahkan masa depan keluarga.
Murid yang sudah dewasa bernama karyawan sebenarnya lebih beruntung. Mereka pernah melewati sekolah, pernah gagal, pernah jatuh bangun. Namun, banyak karyawan tetap belajar asal-asalan di kantor. Mereka lembur semalaman karena menunda pekerjaan. Mereka stres karena tidak punya strategi. Mereka kehabisan energi karena bekerja terus tanpa istirahat.
Padahal, cara belajar karyawan bisa
lebih cerdas. Misalnya dengan teknik Pomodoro: 25 menit fokus penuh
mengerjakan tugas, 5 menit istirahat. Sederhana, tapi efektif menjaga
konsentrasi. Atau refleksi mingguan: setiap Jumat sore, duduk sebentar menulis
catatan—apa yang berhasil minggu ini, apa yang gagal, apa yang bisa diperbaiki.
Dengan begitu, kerja tidak hanya habis dalam rutinitas, tapi juga menghasilkan
kesadaran.
Belajar kolaboratif juga penting.
Murid sekolah kadang mencontek saat ujian; karyawan bisa belajar dengan cara
lebih sehat: diskusi dengan rekan kerja, saling berbagi trik Excel, atau
menukar pengalaman menghadapi klien. Bukankah itu juga cara belajar?
Lalu ada mentor. Tidak selalu
harus atasan formal. Bisa rekan kerja senior, bisa sahabat di divisi lain,
bahkan bisa seseorang yang lebih muda tapi punya keterampilan khusus. Murid
bernama karyawan yang mau membuka diri pada bimbingan biasanya lebih cepat naik
kelas.
Dan jangan lupa: belajar di kantor
bukan hanya soal skill teknis. Justru yang paling menentukan adalah soft skill.
Bagaimana berbicara di rapat tanpa grogi. Bagaimana menyampaikan kritik tanpa
menyinggung. Bagaimana menahan stres saat target menekan. Itu semua adalah mata
pelajaran tak tertulis di sekolah bernama kantor.
Kalau murid sekolah gagal ujian, masih bisa remedial. Kalau karyawan gagal belajar di kantor, dampaknya bisa nyata: kesempatan hilang, reputasi rusak, peluang promosi lenyap. Karena itu, belajar menjadi kebutuhan, bukan pilihan. Dan karyawan yang paling sukses bukanlah yang paling pintar, melainkan yang paling tahu cara belajar di tengah tekanan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar